Mestikah tahu hikmah baru kita beramal?
Kita tahu ada hadits,
عَنْ جَابِرٍ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
Dari Jabir, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hari ‘ied biasa mengambil jalan berbeda ketika pergi dan pulang. (HR. Bukhari, no. 986)
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan sebagai berikut,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika pergi shalat ‘ied pergi dan pulang lewat jalan berbeda. Tentang hikmah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan seperti itu, para ulama berbeda pandangan. Ada beberapa pendapat:
- Untuk mengambil berkah dari orang-orang yang ditemui di jalan yang berbeda.
- Untuk menegur orang yang berada di jalan yang berbeda.
- Untuk bersedakah pada fakir miskin.
- Untuk sekalian mengunjungi kubur para kerabatnya di dua jalan tersebut.
- Untuk memperbanyak yang menjadi saksi pada hari kiamat dari jalan yang dilewati.
- Untuk menambah takut orang munafik.
- Supaya terlihat ramai (padat).
Disarankan ketika pergi lewat jalan yang lebih panjang dibanding ketika pulang. Hal di atas berlaku untuk imam dan makmum.
Setelah menyebutkan hal di atas, Imam Nawawi lantas mengatakan,
وَإِذَا لَمْ يُعْلَمِ السَّبَبُ اُسْتُحِبَّ التَّأَسِّي قَطْعًا وَاللهُ أَعْلَمُ
“Jika tidak diketahui sebab (hikmah suatu amalan), cukup yang jadi alasan kita beramal adalah karena mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Raudhah Ath-Thalibin, 1: 173, Asy-Syamilah)
Moga bermanfaat.
—
Selesai disusun di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta, 3 Rabi’ul Awwal 1437 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin